Laman

Senin, 20 Desember 2021

Catatan Perkuliahan 6: Ideologi Pendidikan

 

Terdapat 5 ideologi yang ada di duni ini yakni: Industrial trainer, Technological pragmatism, Old humanism, Progressive educator dan Public educator. Namun dalam laporan ini hanya akan dianalisis beberapa hal terkait dengan pragmatism.

Pragmatisme berasal dari bahasa Yunani “pragma”, adapula yang menyebut dengan istilah “pragmatikos”, yang berarti tindakan atau aksi. Pragmatisme berarti filsafat atau pemikiran tentang tindakan. Filsafat ini menyatakan bahwa benar tidaknya suatu teori bergantung pada berfaedah tidaknya teori itu bagi manusia dalam penghidupannya. Dengan demikian, ukuran untuk segala perbuatan adalah manfaatnya dalam praktek dan hasil yang memajukan hidup. Benar tidaknya sesuatu hasil pikir, dalil maupun teori, dinilai menurut manfaatnya dalam kehidupan atau menurut berfaedah tidaknya teori itu dalam kehidupan manusia.

Atas dasar itu, tujuan kita berfikir adalah memperoleh hasil akhir yang dapat membawa hidup kita lebih maju dan lebih berguna. Sesuatu yang menghambat hidup kita adalah tidak benar. Pragmatisme memiliki tiga ciri, yaitu: (1) memusatkan perhatian pada hal-hal dalam jangkauan pengalaman indera manusia, (2) apa yang dipandang benar adalah apa yang berguna atau berfungsi, dan (3) manusia bertanggung jawab atas nilai-nilai dalam masyarakat.

Dalam pendidikan, secara sederhana dapat digambarkan bahwa peserta didik sebagai input mengalami proses interaksi dengan tenaga pendidik, tenaga kependidikan, kurikulum, bahan ajar termasuk di dalamnya fasilitas yang memadai dalam proses interaksi tersebut. Setelah peserta didik menyelesaikan proses pembelajaran dan dinyatakan lulus, maka berikutnya ia akan memberikan pengaruh kepada masyarakat (outcome). Seluruh sistem pendidikan di manapun mengacu kepada alur sistem mikro pendidikan ini. Adapun yang membedakan sistem tersebut adalah sistem nilai (value system) yang ditanamkan dalam domain proses. Sistem nilai ini mengikuti arah kebijakan pemerintah seperti kurikulum yang ditetapkan. Kurikulum sendiri merupakan produk politik yang mempengaruhi output dan outcome peserta didik. Tujuan pendidikan nasional adalah meningkatkan keimanan, ketakwaan serta akhlak mulia peserta didik, maka arah proses pembelajaran ditujukan untuk ketercapaian tujuan tersebut.

Bila masih terjadi anggapan bahwa ijazah, kompetensi lulusan dan daya serap pasar lebih penting dari iman, takwa dan akhlak mulia, atau menganggap tujuan pendidikan tersebut hanyalah formalitas, maka terjadi kesalahan dalam berpikir. Hal ini disebabkan tujuan menjadi target yang harus dicapai dan menjadi ultimate purpose (target tertinggi) yang harus melekat secara inheren atas lulusan.

Sikap tersebut selalu ada saat lulusan sudah lama meninggalkan kampus tempat ia belajar. Walhasil, bila korupsi, suap dan perbuatan yang bertentangan dengan iman, takwa dan akhlak mulia ini masih terjadi, maka proses pembelajaran yang terjadi belum mencerminkan proses yang berkesesuaian (in line with) dengan tujuan. Berdasarkan PP. No. 13 Tahun 2015 tentang Standar Nasional Pendidikan, pemerintah sebagai salah satu stakeholder pendidikan, berupaya membuat standar minimal pendidikan yang wajib dipenuhi seluruh unit kerja pendidikan dari Aceh hingga Papua.

Menghormati prinsip pendidikan berbasiskan pengalaman Sebagaimana telah ditekankan, bahwa menurut pragmatisme peran pendidikan yang sangat penting adalah mengajar peserta didik tentang bagaimana menjalin hubungan antara sejumlah pengalaman sehingga terjadi penyimpulan dan pengujian pengetahuan baru. Pengalaman baru akan menjadi pengetahuan baru apabila seseorang selalu bertanya dalam hatinya. Jawaban terhadap pertanyaan tersebut merupakan pengetahuan baru yang tersimpan pada struktur kognitif seseorang. Pendapat tersebut menunjukkan bahwa pengetahuan baru akan terjadi bila ada pengalaman baru. Oleh karena itu, semakin banyak pengalaman belajar yang dialami seseorang akan semakin banyak pengetahuan yang dimilikinya.

Pengalaman baru peserta didik diperoleh dari sekolah, baik yang dirancang maupun tidak. Penentuan pengalaman yang diperoleh di sekolah harus melihat ke depan, yaitu tuntutan masyarakat di masa depan, karena perubahan yang dilakukan saat ini akan diperoleh hasilnya di masa depan. Selanjutnya, akumulasi pengetahuan baru bagi peserta didik menentukan kemampuan peserta didik. Kemampuan ini sering disebut dengan kompetensi, yaitu kemampuan yang dapat dilakukan oleh peserta didik. Kompetensi ini sangat penting dalam era globalisasi, karena persaingan yang terjadi terletak pada kompetensi lulusan lembaga pendidikan atau pelatihan. Kompetensi lulusan ini ditentukan oleh pengalaman belajar peserta didik, sedang pengalaman belajar ini merupakan bagian dari kurikulum sekolah.

 

Wallohu’alam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar