Laman

Selasa, 16 April 2013

Mengurangi volume sampah melalui Balai Pengelolaan Sampah Terpadu (BPST)


Latar Belakang
Bagi kebanyakan orang keberadaan sampah merupakan hal yang sangat dibenci dan dijauhkan. Sementara bagi sebagian kecil orang, sampah merupakan barang yang sangat dicari dan merupakan penghidupan yang dapat menghasilkan pundi-pundi keuangan. Dalam kenyataannya sampah merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan perseorangan. Hampir setiap hari orang berhubungan dengan sampah, baik sekala kecil maupun besar, baik organik maupun non organik. Banyak orang yang tidak sadar akan bahaya sampah, dari mulai banjir, polusi serta bahaya kesehatan yang mengintai orang setiap saat. Sampah menjadi barang yang tidak bernilai bagi kebanyakan orang, padahal dalam kenyataannya banyak orang yang sukses dan menjadi jutawan “gara-gara” memuai sampah setiap hari. Bukan saja menjadi jutawan, akan tetapi menjadi bagian dari kepedulian terhadap lingkungan sehingga menjadi sesuatu yang sangat penting dan bernilai ibadah.
Bila orang melihat sampah hanya sebatas sampah yang identik dengan bau, kusam, miskin, kotor dan penyakit, maka mulailah kita melihat sampah dari hal-hal yang sifatnya fositif sehingga sampah akan menjadi “berlian” bagi diri sendiri. Coba kita bayangkan apabila setiap orang di negara ini peduli dengan sampah yang dihasilkan dari rumahtangga atau dari manapun asalnya, mungkin akan banyak ribuan bahkan jutaan orang yang terselamatkan dari bahaya tersebut. Belum lagi manfaat lainnya yang sangat menguntungkan setiap orang. Banyak hal yang didapat dari sampah, selain dari sisi ekonomis yang dapat dijperjualbelikan, sampahpun dapat dimanfaatkan menjadi barang-barang kerajinan, kompos dan bahkan di olah kembali sehingga menjadi barang yang bernilai.
Di Indonesia, sampah belum menyentuh kepada tanggungjawab perseorangan. Sampah masih identik dengan tanggungjawab Pemerintah baik pusat maupun daerah, sehingga apapun permasalahannya, sampah menjadi tanggungjawab penguasa negara. Sementara pemerintahpun tidak memiliki konsep yang jelas tentang bagaimana pengelolaannya, sehingga masalah sampah dapat teratasi. Yang ada saat ini adalah, pemerintah hanya menyelesaikan sampah dari satu tong kemudian dipindahkan ke tong lainnya yang kemudian menjadi maslalah baru yang semakin rumit. Belum lagi politisasi sampah yang menjadi target proyek bagi orang-orang yang tengah berkuasa. Hal ini perlahan-lahan akan merugikan masyarakat tanpa masyarakat sadar bahwa mereka sedang dipolitisasi oleh penguasa.  
Tentunya kesadaran masyarakat terhadap sampah sangatlah penting, sehingga tidak ada lagi yang dirugikan dan memanfaatkan kesempatan yang ada. keterlibatan semua warga masyarakat tentunya sangat penting, mengingat sampah yang dihasilkan di TPS-TPS, sumbangan terbesarnya adalah dari sampah rumahtangga.  Hal inilah yang kemudian Bina Swadaya membentuk sebuah balai pengelolaan sampah terpadu (BPST) yang tentunya melibatkan semua komponen masyarakat yang merupakan bandar-bandar kecil yang tidak hanya peduli dengan nilai ekonomisnya, akan tetapi nilai-nilai kebersihan dan kesehatan menjadi poin penting dalam pengelolaan sampah ini.

Manajemen Pengumpulan
Alur pengumpulan sampah rumah tangga akan dilakukan oleh masing-masing keluraga. Sampah yang terbuang telah dipilah berdasarkan jenisnya yaitu sampah organik, non organik dan kaca/zat berbahaya. Dalam satu RW terdapat minimal 2 orang pengambil sampah yang dibayar secara langsung oleh kas RW. Kas RW diperoleh dari iyuran warga yang dikolektif setiap bulan. Pengambil sampah secara rutin melakukan pengambilan sampah ke rumah-rumah setiap hari agar menghindari bau yang tidak sedap. Yang akan dilakukan oleh BS adalah melakukan kerjasama dengan semua pengambil sampah sehingga sampah bisa dikumpulkan di balai pengelolaan sampah terpadu. Sampah plastik dan sejenisnya dapat dijual oleh pengumpul secara langsung ke BPST. Dan sampah non organik yang dikumpulkan warga secara langsung dapat dijual juga ke BPST.

Manajemen Pengelolaan
Sampah yang terkumpul di BPST akan disebarkan ke beberapa wilayah cabang BPST yang bekerjasama dengan  Danone dan Pahala Sususkan. Sehingga pengolahan sampah menjadi bijih plastik atau pupuk dapat secara langsung diurai di cabang BPST tersebut. Cabang BPST akan melakukan penggolongan pengelolaan sampah. Danone untuk pengelolaan sampah Non organik menjadi bijih plastik dan lain sebagainya. Sementara Pahala akan dijadikan balai kompos sehingga menjadi standar yang memiliki komposisi jual yang bagus.

Manajemen Pemasaran
Hasil pengolahan sampah baik yang menjadi pupuk kompos maupun yang menjadi bijih plastik atau berupa kerajinan akan dipasarkan melalui manajemen BPST. Untuk kompos akan dibuka beberapa kios penjualan kompos yang bekerjasama dengan kios-kios pedagang di pinggir jalan atau membuka kios secara langsung dan membayar karyawan. Kerjasama dengan Trubus juga sangat memungkinkan untuk dilakukan. Selain itu kerjasama dengan RW/RW untuk pemupukan dan penghijauan lahan sempit. Sehingga sampah akan kembali lagi ke warga dalam bentuk yang dapat dimanfaatkan. Selain itu kompos juga bisa dijadikan alat bayar bagi warga yang akan menjual sampah non organik kepada BPST, sehingga BPST tidak lagi membayar melalui uang akan tetapi melalui kompos yang dibutuhkan warga. Untuk bijih plastik dapat secara langsung dijual kepada bos besar atau di expor ke luar negeri. Apabila dihasilkan kerajinan maka akan dikirimkan ke beberapa sentra kerajinan yang ada di Indonesia. Namun tentunya kerajinan ini jumlahnya akan  sangat sedikit dibandingkan yang dijadikan bijih plastik.

Manajemen Kemitraan
BPST akan melakukan kerjasama dengan RW-RW baik yang berada di komplek maupun yang ada di perkampungan. Tawaran yang dilakukan adalah kas RW akan membayar BPST setiap bulan dan BPST bertanggungjawab atas sampah yang berada di kompleknya serta BPST bertanggungjawab atas pengelolaan para pengumpul sampah di masing-masing RW. Selain itu BPST akan melakukan peningkatan kapasitas bagi para pengumpul sampah. BPST juga akan menjadikan para pengumpul sampah adalah karyawan BPST yang sekaligus bandar-bandar kecil yang berada di masing-masing RW, sehingga mereka tidak lagi kesulitan dalam menjual barang-barang yang dikumpulkannya dan terhindar dari titipan uang yang akan membebani para pengumpul sampah.

Manajemen Keuangan
Estimasi pendapatan yang diperoleh BPST berasal dari pembayaran yang dilakukan oleh RW kepada BPST yang tentunya tidak semuanya diberikan kepada para pengumpul sampah. Kemudian dari hasil penjualan biji plastik dan penjualan kompos. Selain itu BPST sangat mungkin dijadikan laboratorium percontohan, sehingga akan banyak orang yang melakukan pelatihan melalui one day training atau training yang dikembangkan melalui paket-paket pelatihan. Hal ini menjadi pendapatan tambahan bagi BPST.

Manajemen Pengembangan
BPST dapat mengembangkan wilayah sasaran, bukan hanya di mekarsari, melainkan bisa ditawarkan ke beberaopa perunmahan elite di wilayah Depok yaitu melalui tawaran pengambilan sampah secara keseluruhan agar tidak dibuang ke TPS. Selain itu dapat dikembangkan model pelatihan pengelolaan sampah baik yang berbentuk kompos maupun yang non organik. Pelatihan kerajinan pun dapat menjadi daya tawar untuk dilakukan pelatihan bagi proyek-proyek pemerintah kabupaten kota yang berminat. Selain itu BPST dapat mengembangkan beberapa community collage di beberapa titik rawan sampah atau wilayah yang terkena dampak TPS di Indonesia, dan akan menjadi cabang BPST baru yang akan menambah semakin besar BPST. BPST pun dapat mengembangkan homestay bagi para peserta training yang akan mengambil paket-paket pelatihan lebih dari satu hari. Memungkinkan juga dikembangkan kemitraan dengan beberapa sekolah-sekolah atau Universitas terkait dengan sampah. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar