Latar Belakang
Bagi kebanyakan orang keberadaan sampah
merupakan hal yang sangat dibenci dan dijauhkan. Sementara bagi sebagian kecil
orang, sampah merupakan barang yang sangat dicari dan merupakan penghidupan
yang dapat menghasilkan pundi-pundi keuangan. Dalam kenyataannya sampah
merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan perseorangan.
Hampir setiap hari orang berhubungan dengan sampah, baik sekala kecil maupun besar,
baik organik maupun non organik. Banyak orang yang tidak sadar akan bahaya
sampah, dari mulai banjir, polusi serta bahaya kesehatan yang mengintai orang
setiap saat. Sampah menjadi barang yang tidak bernilai bagi kebanyakan orang,
padahal dalam kenyataannya banyak orang yang sukses dan menjadi jutawan “gara-gara”
memuai sampah setiap hari. Bukan saja menjadi jutawan, akan tetapi menjadi
bagian dari kepedulian terhadap lingkungan sehingga menjadi sesuatu yang sangat
penting dan bernilai ibadah.
Bila orang melihat sampah hanya sebatas sampah
yang identik dengan bau, kusam, miskin, kotor dan penyakit, maka mulailah kita
melihat sampah dari hal-hal yang sifatnya fositif sehingga sampah akan menjadi “berlian”
bagi diri sendiri. Coba kita bayangkan apabila setiap orang di negara ini
peduli dengan sampah yang dihasilkan dari rumahtangga atau dari manapun asalnya,
mungkin akan banyak ribuan bahkan jutaan orang yang terselamatkan dari bahaya
tersebut. Belum lagi manfaat lainnya yang sangat menguntungkan setiap orang.
Banyak hal yang didapat dari sampah, selain dari sisi ekonomis yang dapat
dijperjualbelikan, sampahpun dapat dimanfaatkan menjadi barang-barang
kerajinan, kompos dan bahkan di olah kembali sehingga menjadi barang yang
bernilai.
Di Indonesia, sampah belum menyentuh kepada
tanggungjawab perseorangan. Sampah masih identik dengan tanggungjawab
Pemerintah baik pusat maupun daerah, sehingga apapun permasalahannya, sampah menjadi
tanggungjawab penguasa negara. Sementara pemerintahpun tidak memiliki konsep yang
jelas tentang bagaimana pengelolaannya, sehingga masalah sampah dapat teratasi.
Yang ada saat ini adalah, pemerintah hanya menyelesaikan sampah dari satu tong
kemudian dipindahkan ke tong lainnya yang kemudian menjadi maslalah baru yang
semakin rumit. Belum lagi politisasi sampah yang menjadi target proyek bagi
orang-orang yang tengah berkuasa. Hal ini perlahan-lahan akan merugikan
masyarakat tanpa masyarakat sadar bahwa mereka sedang dipolitisasi oleh
penguasa.
Tentunya kesadaran masyarakat terhadap sampah
sangatlah penting, sehingga tidak ada lagi yang dirugikan dan memanfaatkan
kesempatan yang ada. keterlibatan semua warga masyarakat tentunya sangat
penting, mengingat sampah yang dihasilkan di TPS-TPS, sumbangan terbesarnya
adalah dari sampah rumahtangga. Hal
inilah yang kemudian Bina Swadaya membentuk sebuah balai pengelolaan sampah
terpadu (BPST) yang tentunya melibatkan semua komponen masyarakat yang
merupakan bandar-bandar kecil yang tidak hanya peduli dengan nilai ekonomisnya,
akan tetapi nilai-nilai kebersihan dan kesehatan menjadi poin penting dalam
pengelolaan sampah ini.
Manajemen
Pengumpulan
Alur pengumpulan sampah rumah tangga akan dilakukan
oleh masing-masing keluraga. Sampah yang terbuang telah dipilah berdasarkan
jenisnya yaitu sampah organik, non organik dan kaca/zat berbahaya. Dalam satu
RW terdapat minimal 2 orang pengambil sampah yang dibayar secara langsung oleh
kas RW. Kas RW diperoleh dari iyuran warga yang dikolektif setiap bulan. Pengambil
sampah secara rutin melakukan pengambilan sampah ke rumah-rumah setiap hari
agar menghindari bau yang tidak sedap. Yang akan dilakukan oleh BS adalah melakukan
kerjasama dengan semua pengambil sampah sehingga sampah bisa dikumpulkan di
balai pengelolaan sampah terpadu. Sampah plastik dan sejenisnya dapat dijual
oleh pengumpul secara langsung ke BPST. Dan sampah non organik yang dikumpulkan
warga secara langsung dapat dijual juga ke BPST.
Manajemen
Pengelolaan
Sampah yang terkumpul di BPST akan disebarkan
ke beberapa wilayah cabang BPST yang bekerjasama dengan Danone dan Pahala Sususkan. Sehingga
pengolahan sampah menjadi bijih plastik atau pupuk dapat secara langsung diurai
di cabang BPST tersebut. Cabang BPST akan melakukan penggolongan pengelolaan
sampah. Danone untuk pengelolaan sampah Non organik menjadi bijih plastik dan
lain sebagainya. Sementara Pahala akan dijadikan balai kompos sehingga menjadi
standar yang memiliki komposisi jual yang bagus.
Manajemen
Pemasaran
Hasil pengolahan sampah baik yang menjadi pupuk
kompos maupun yang menjadi bijih plastik atau berupa kerajinan akan dipasarkan
melalui manajemen BPST. Untuk kompos akan dibuka beberapa kios penjualan kompos
yang bekerjasama dengan kios-kios pedagang di pinggir jalan atau membuka kios
secara langsung dan membayar karyawan. Kerjasama dengan Trubus juga sangat
memungkinkan untuk dilakukan. Selain itu kerjasama dengan RW/RW untuk pemupukan
dan penghijauan lahan sempit. Sehingga sampah akan kembali lagi ke warga dalam
bentuk yang dapat dimanfaatkan. Selain itu kompos juga bisa dijadikan alat
bayar bagi warga yang akan menjual sampah non organik kepada BPST, sehingga
BPST tidak lagi membayar melalui uang akan tetapi melalui kompos yang
dibutuhkan warga. Untuk bijih plastik dapat secara langsung dijual kepada bos
besar atau di expor ke luar negeri. Apabila dihasilkan kerajinan maka akan
dikirimkan ke beberapa sentra kerajinan yang ada di Indonesia. Namun tentunya
kerajinan ini jumlahnya akan sangat
sedikit dibandingkan yang dijadikan bijih plastik.
Manajemen
Kemitraan
BPST akan melakukan kerjasama dengan RW-RW baik
yang berada di komplek maupun yang ada di perkampungan. Tawaran yang dilakukan
adalah kas RW akan membayar BPST setiap bulan dan BPST bertanggungjawab atas
sampah yang berada di kompleknya serta BPST bertanggungjawab atas pengelolaan
para pengumpul sampah di masing-masing RW. Selain itu BPST akan melakukan
peningkatan kapasitas bagi para pengumpul sampah. BPST juga akan menjadikan
para pengumpul sampah adalah karyawan BPST yang sekaligus bandar-bandar kecil
yang berada di masing-masing RW, sehingga mereka tidak lagi kesulitan dalam menjual
barang-barang yang dikumpulkannya dan terhindar dari titipan uang yang akan
membebani para pengumpul sampah.
Manajemen
Keuangan
Estimasi pendapatan yang diperoleh BPST berasal
dari pembayaran yang dilakukan oleh RW kepada BPST yang tentunya tidak semuanya
diberikan kepada para pengumpul sampah. Kemudian dari hasil penjualan biji
plastik dan penjualan kompos. Selain itu BPST sangat mungkin dijadikan
laboratorium percontohan, sehingga akan banyak orang yang melakukan pelatihan
melalui one day training atau training yang dikembangkan melalui paket-paket
pelatihan. Hal ini menjadi pendapatan tambahan bagi BPST.
Manajemen
Pengembangan
BPST dapat mengembangkan wilayah sasaran, bukan
hanya di mekarsari, melainkan bisa ditawarkan ke beberaopa perunmahan elite di
wilayah Depok yaitu melalui tawaran pengambilan sampah secara keseluruhan agar
tidak dibuang ke TPS. Selain itu dapat dikembangkan model pelatihan pengelolaan
sampah baik yang berbentuk kompos maupun yang non organik. Pelatihan kerajinan
pun dapat menjadi daya tawar untuk dilakukan pelatihan bagi proyek-proyek
pemerintah kabupaten kota yang berminat. Selain itu BPST dapat mengembangkan
beberapa community collage di beberapa titik rawan sampah atau wilayah yang
terkena dampak TPS di Indonesia, dan akan menjadi cabang BPST baru yang akan
menambah semakin besar BPST. BPST pun dapat mengembangkan homestay bagi para
peserta training yang akan mengambil paket-paket pelatihan lebih dari satu
hari. Memungkinkan juga dikembangkan kemitraan dengan beberapa sekolah-sekolah
atau Universitas terkait dengan sampah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar