Berbicara
kampus yang berlabelkan islam, tentu banyak sekali ditemukan aktifitas keagamaan
islam baik yang dilakukan oleh mahasiswa maupun oleh dosen. Ciri khas perguruan
tinggi keislaman terletak pada focus keilmuan yang berada di fakultas dan
jurusan. Fakultas yang menonjolkan keislamannya seperti fakultas syari’ah, fakultas
adab, fakultas dawah, fakultas ushuludin dan lain sebagainya. Fakultas-fakultas
inilah yang menjadi ciri kampus keagamaan islam yang sangat menonjol
dibandingkan dengan kampus umum lainnya. Namun dengan berjalannya waktu,
munculah berbagai akulturasi keilmuan umum dan agama, sehingga muncul
fakultas-fakultas umum seperti fakultas tehnik, fakultas kedokteran, fakultas
kesehatan, Fakultas MIPA, Informatika dan lain sebaginya. Hal ini akan semakin
memperkaya khasanah keilmuan di kampus keislaman, sehingga akan membawa
perubahan yang semakin maju. Namun ternyata akulturasi keilmuan yang seharusnya
memberikan dampak fositif dan lebih mengedepankan keterbukaan, ternyata tidak
serta merta merubah watak kampus tersebut menjadi lebih bijaksana dalam
menerima segala perbedaan. Masih tetap saja pola-pola pesantren yang muncul dan
bahkan semakin dominan.
Pesantren
meruapakan lembaga tertua yang ada di negeri ini dengan pimpinannya sering
disebut Kiyai (KH). Terdapat dua macam pesantren di negeri ini yaitu pesantren salafi
dan pesantren modern. Jika pesantren modern memiliki sifat-sifat keterbukaan
terhadap perubahan-perubahan yang terjadi di luar. Berbeda halnya dengan
pesnatren salafi yang cenderung lambat dalam menerima perubahan dan bahkan cenderung
“anti” perubahan. Hal ini bukan tanpa dasar, dimana pesantren salafi banyak mempertahankan
ide-ide tradisional yang lokalistik dan familistik sebagai penguasa wilayah.
sehingga jika terjadi perubahan maka akan sangat lambat dan bahkan menjadi pamali. Pola ini ternyata banyak
ditemukan dalam kehidupan kampus . Perubahan-perubahan yang mengarah pada
kemajuan banyak sekali pertentangan-pertentangan, sehingga tidak sedikit
memunculkan kelompok-kelompok yang saling “membenci” satu sama lain.
Pada
pesantren modern, karena keterbukaan biasanya banyak sekali menerima sumber
daya yang berasal dari luar lingkungannya, dari luar nasabnya dan bahkan lintas
madzhab dan lintas organisasi. Namun dalam pesantren salafi begitu kental
dengan ketunggalan. Tunggal dalam sumber daya artinya jarang sekali ditemukan
dalam pesantren salafi yang diluar nasabnya, bahkan garis lurus berdasarkan
keturunan ayah ibunya atau mantunya. Pola seperti ini ternyata ditemukan di kampus
keislaman. Pola-pola satu nasab dalam satu fakultas, satu jurusan, satu unit
banyak ditemukan. Bukan hanya satu atau dua orang, bahkan ada yang sampai lima
orang dan bahkan bisa lebih. Pola recruitment kampus yang tidak terbuka seperti
ini yang pada akhirnya penguasa kampus bebas membawa siapapun yang dia
kehendaki.
Pola
satu organisasi atau satu madzhab juga sangat terlihat. Biasanya pesantren
salafi tidak mengenal berbagai organisasi didalamnya, hanya satu organisasi dan
itu sangat patuh dan taat terhadap filosofi organisasi yang difahaminya. Di
beberapa kampus islam, ketika pimpinan bergabung dengan salah satu organisasi,
maka pejabat yang ada di bawahnya merupakan organisasi yang berada didalam
lingkarannya. Sangat susah untuk menerima dan menempatkan pejabat dari
lingkaran organisasi lainnya apalagi organisasi tersebu merupakan “pesaing”
dari organisasi tersebut.
Selayaknya
sebuah institusi perguruan tinggi yang mengedepankan etika akademik, tentunya
harus menjunjung tinggi nilai-nilai keberagaman. Beragam dari keilmuan,
organisasi, pemahaman, filosofi sehingga memunculkan satu wibawa akademik yang
layak ditiru dan dikembangkan di masyarakat.