Ibarat pemanah yang sedang membidik tapi tidak yakin mata panahnya cukup
tajam untuk menusuk sasaran. Ke(tidak)bijakan UN bukti ketidakpercayaan
pemerintah terhadap mata panah pendidikan formal, guru, dalam melaksanakan
evaluasi hasil belajar.Ketidakadilan, pemiskinan, stigmatisasi, bahkan
dehumanisasi jadi hal biasa di lembaga mulia yang bernama sekolah. Akhlak
mulia dan akal sehat makin terpinggirkan di tempat yang semestinya anak
tumbuh kembang dengannya.
Guru-guru pelaku kecurangan adalah korban ke (tidak) bijakan UN yang
mencabut hak anak untuk dievaluasi oleh pendidik yang membimbing mereka
bertahun-tahun. Guru-guru di Medan tidak tega menyaksikan anak-anak didiknya
divonis tidak lulus karena tidak mencapai nilai minimum.Guru- guru di Banten
ditekan oleh target kelulusan diatas 98%. Sudah saatnya pemerintah mendengar
jeritan nurani bangsa dan bersama menghentikan peminggiran atas nama
kualitas pendidikan. Standar penilaian hanya satu dari 8 standar nasional
pendidikan yang seharusnya disediakan oleh pemerintah dan pemerintah daerah.
Standar Nasional Pendidik, Pembiayaan, Sarana dan Prasarana baru disusun.
Bagaimana mungkin melakukan evaluasi terhadap pencapaian standar nasional
pendidikan yang belum disediakan dengan anggaran yang memadai.
Kita dorong pemerintah menghentikan atau paling tidak menunda UN sampai
kualitas pendidik/guru anak-anak bangsa memenuhi standar nasional, sarana
dan prasarana pendidikan tersedia lengkap dan bermutu,. akses informasi
terutama sumber belajar tertulis tersedia lengkap di semua daerah di
Indonesia. Berhenti menjadikan guru makin tersudut di tengah himpitan
kesenjangan sosial ekonomi yang makin lebar.
tajam untuk menusuk sasaran. Ke(tidak)bijakan UN bukti ketidakpercayaan
pemerintah terhadap mata panah pendidikan formal, guru, dalam melaksanakan
evaluasi hasil belajar.Ketidakadilan, pemiskinan, stigmatisasi, bahkan
dehumanisasi jadi hal biasa di lembaga mulia yang bernama sekolah. Akhlak
mulia dan akal sehat makin terpinggirkan di tempat yang semestinya anak
tumbuh kembang dengannya.
Guru-guru pelaku kecurangan adalah korban ke (tidak) bijakan UN yang
mencabut hak anak untuk dievaluasi oleh pendidik yang membimbing mereka
bertahun-tahun. Guru-guru di Medan tidak tega menyaksikan anak-anak didiknya
divonis tidak lulus karena tidak mencapai nilai minimum.Guru- guru di Banten
ditekan oleh target kelulusan diatas 98%. Sudah saatnya pemerintah mendengar
jeritan nurani bangsa dan bersama menghentikan peminggiran atas nama
kualitas pendidikan. Standar penilaian hanya satu dari 8 standar nasional
pendidikan yang seharusnya disediakan oleh pemerintah dan pemerintah daerah.
Standar Nasional Pendidik, Pembiayaan, Sarana dan Prasarana baru disusun.
Bagaimana mungkin melakukan evaluasi terhadap pencapaian standar nasional
pendidikan yang belum disediakan dengan anggaran yang memadai.
Kita dorong pemerintah menghentikan atau paling tidak menunda UN sampai
kualitas pendidik/guru anak-anak bangsa memenuhi standar nasional, sarana
dan prasarana pendidikan tersedia lengkap dan bermutu,. akses informasi
terutama sumber belajar tertulis tersedia lengkap di semua daerah di
Indonesia. Berhenti menjadikan guru makin tersudut di tengah himpitan
kesenjangan sosial ekonomi yang makin lebar.
Berhenti mendidik anak-anak bangsa dengan menebar teror dan ketakutan
dimana-mana. Masa depan bangsa ini tak bisa diserahkan kepada anak-anak yang
didrill dengan soal-soal pilihan ganda, terganggu secara mental dan
psikologis oleh ketentuan kelulusan yang 'single score', dididik oleh
guru-guru yang diawasi pasukan anti teroris dan badan intelijen negara.
Pemerintah kita dorong untuk berhenti berbuat lalai dalanm pemenuhan hak
atas pendidikan dan perlindungan hak-hak anak.
Kita dorong wakil rakyat untuk memanggil pemerintah terutama mendiknas
yang menggunakan aparat keamanan secara berlebihan untuk melaksanakan PP
Standar Nasional Pendidikan yang melanggar UU Sisdiknas (Ketua DPR RI, Agung
Laksono 8 Mei 2006). Jika ini tetap dilakukan berarti mendiknas tidak mampu
mengurus pendidikan. Sudah saatnya menyerahkan pendidikan kepada ahlinya.
dimana-mana. Masa depan bangsa ini tak bisa diserahkan kepada anak-anak yang
didrill dengan soal-soal pilihan ganda, terganggu secara mental dan
psikologis oleh ketentuan kelulusan yang 'single score', dididik oleh
guru-guru yang diawasi pasukan anti teroris dan badan intelijen negara.
Pemerintah kita dorong untuk berhenti berbuat lalai dalanm pemenuhan hak
atas pendidikan dan perlindungan hak-hak anak.
Kita dorong wakil rakyat untuk memanggil pemerintah terutama mendiknas
yang menggunakan aparat keamanan secara berlebihan untuk melaksanakan PP
Standar Nasional Pendidikan yang melanggar UU Sisdiknas (Ketua DPR RI, Agung
Laksono 8 Mei 2006). Jika ini tetap dilakukan berarti mendiknas tidak mampu
mengurus pendidikan. Sudah saatnya menyerahkan pendidikan kepada ahlinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar